Sebagian besar orang pasti memiliki ciri khas pada diri mereka masing-masing, baik itu berupa tanda fisik maupun tingkah laku. Begitu juga gue. Dalam segi fisik gue punya ciri khas yang gue yakin pemiliknya sangat jarang ditemui. Bukan! bukan dagu gue sob, hha. Selain dagu yang seperti ini gue juga punya tanda berupa luka di tangan kanan gue. Luka yang bukan sembarang luka. Luka yang pernah gue dapatkan sepulang setelah gue mengemban tugas berjihad (belajar berjihad juga kan?) di sebuah tempat di bekasi. Luka yang gue dapatkan dengan bersimbah darah penuh keringat kenestapaan bercucuran bersama napas terengah menderu di rongga pulmonalis menuju alveolus tempat bertukar karbon dioksida dan oksigen yang keluar dari pori stomata tumbuhan sabana (apaan sih ?). Ya, EMPAT GIGITAN DAN SATU CAKARAN MONYET PERUMAHAN tergurat di tangan kanan gue sampai saat ini. haha.
Penasaran gimana gue bisa dapet luka kaya gini?
Gini sob, cerita ini terjadi saat gue masih kelas dua SD, dan saat itu gue masih bersekolah di SD gue yang pertama, SDN Nusantara (asal lo tau, gue pernah bersekolah di tiga macam SD). Ketika itu, setiap pulang sekolah gue selalu pulang dengan mobil jemputan, walaupun terkadang gue pernah ga naik jemputan karena pengen cabut ke suatu tempat bersama beberapa teman gue. Tapi waktu itu, sepulang sekolah gue berniat pulang dengan menggunakan jemputan. Alhasil setelah pulang sekolah gue langsung menuju TKP, tempat biasa mobil jemputan gue di parkir. Tapi ternyata setelah gue sampai di TKP mobil jemputan gue ngga ada. Sempat terpikir bahwa mobil itu telah dirampas Alien dan bumi sedang terancam dalam kepunahan (ngga deng). Setelah ditelisik, ternyata om jemputan gue agak telat datang ke sekolah karena ada beberapa urusan, jadi kami harus bersabar menunggu.
Setiap anak memiliki cara masing-masing buat menghabiskan waktu menunggu jemputan. Ada yang bercanda, kejar-kejaran, memainkan mainan yang sewaktu istirahat dibeli dari abang ager dan lain sebagainya. Kalau gue dan beberapa teman gue yang lain memilih menelusuri komplek perumahan di sekitar sekolah kami. Kami berjalan menelusuri jalan-jalan komplek sampai akhirnya kami menemukan suatu hal yang menarik. Sebuah kandang monyet beserta monyetnya. Kandang itu di letakan di dalam pagar dan menempel pada pagarnya, sehingga kami masih dapat menjangkau monyet tersebut. Pada pagarnya terdapat sebuah lubang yang terhubung pada kandang. Menurut prediksi gue lubang itu digunakan sebagai sarana orang-orang yang lewat untuk berbelas kasihan dan memberikan makanan kepada sang monyet.
Seperti kata bang napi, kejahatan bukan karena ada niat aja, tetapi juga karena ada kesempatan. Lubang pada kandang monyet itu memicu pikiran jahil kami. Kami beramai-ramai memungut daun-daun kering yang berguguran di sekitar jalan, daun-daun ini seakan mendukung pikiran jahil kami. Salah satu dari teman gue pun memberanikan diri untuk maju pertama. Di sodorkannya daun yang telah ia pungut ke mulut lobang. Sang monyet yang bodoh (ya iyalah bodoh, kalo pinter udah jadi insinyur) pun mempercayai bahwa itu adalah makanan untuknya. Disambarnya daun kering itu secepat kilat dari tangan temen gue dan di gigitnya dengan nafsu daun itu layaknya makanan. Temen gue pun menarik tangannya secepat mungkin agar tidak ikut tertarik oleh tangan si monyet. Seperti diterpa angin segar, gue dan temen gue yang lain ingin turut mencoba hal tersebut. Satu persatu kami maju bergiliran memberikan sang monyet "makanan". Berkali kali kami berikan makanan dan berkali kali monyet itu tertipu. Sampai pada saatnya tibalah giliran gue.
Gue pun melakukan hal yang sama seperti apa yang telah di lakukan oleh teman-teman gue sebelumnya. Satu-dua kali gue sukses menjalankan misi. Saat akan melancarkan tipuan ketiga gue pun teringat saat gue istirahat tadi gue membeli mainan monyet-monyetan. "Wah seru nih !" pikir gue. Gue pun mengambil monyet-monyetan dari dalam tas gue. Niat gue cuma mau ngerjain si monyet,dan jangan sampe mainan gue berhasil direbut si monyet. Tanpa pikir panjang gue langsung sodorkan mainan gue ke hadapan sang monyet. Tidak disangka, mainan gue berhasil di rebut sang monyet. Ternyata si monyet lebih hebat dari prasangka gue. Gue ga mau dikalahin monyet. Gue ambil lagi maenan monyet-monyetan gue yang berwarna merah (waktu itu gue beli dua, yang satu warna biru, yang satu warna merah). Gue pun bersiap, kali ini mainan gue ga boleh kerebut lagi.
HAP! Gue acungkan maenan gue ke hadapan si monyet. Mungkin di sinilah puncak amarah si monyet. Monyet itu berhasil merebut mainan beserta tangan pemiliknya. WOW. Ditariknya tangan gue ke hadapannya, dan pada saat itulah luka cakaran di tangan gue terbentuk. Lalu si monyet pun melanjutkan dengan menggigit tangan gue. KRAUK !. Terasa seperti itu bunyinya. Dengan lunglai gue tarik tangan gue dari dalam kandang. Gue taro tangan gue di atas jalanan. Darah segar pun keluar deras dari pembuluh darah di tangan kanan gue dan merahnya memenuhi hampir seluruh lebar jalan gang. Teman-teman gue hanya bisa terpana melihat kebodohan gue. Mereka melihat gue dari jauh dan tidak berani mendekat ke gue. Mungkin mereka agak panik. Beberapa dari mereka berpencar mencari pertolongan dan gue hanya bisa tersungkur di tengah jalan sambil memegangi tangan. Di saat teman-teman gue berpencar, lewatlah tukang jamu besepeda. Lalu seraya lewat di samping gue dia bertanya "kenapa de, jatoh ya?" dan berlalu begitu saja tanpa memberikan pertolongan.
Bak pangeran berkuda poni, muncullah om jemputan gue di ujung jalan. Melihat keadaan gue seperti itu om jemputan gue langsung lari menuju gue. Di gendongnya gue dengan kedua tangannya. Dibawanya gue lari ke klinik terdekat. Sesampainya klinik gue pun di tidurkan di atas ranjang praktik. Seseorang berkostom putih pun masuk ke ruang praktik dan membuat gue menjadi tidak tenang. Kenapa? karena dia bilang " Maaf pak, di sini tidak bisa menanggulangi kasus seperti ini. Lebih baik di bawa ke tempat pelayanan kesehatan yang lain saja". Om jemputan gue dengan sedikit kesal kembali menggendong gue. Dan di bawanya lagi gue sambil berlari menuju tempat yang diprediksi bisa memberikan pertolongan kepada gue. Sekali lagi, tempat yang gue dan om jemputan gue datangi lagi-lagi tidak bisa menanggulangi kasus kaya gini. Sampai pada akhirnya, gue dibawa ke RSUD bekasi. Alhamdulillah di sana gue mendapat pertolongan pertama. huh.
Beberapa hari kemudian gue, ade gue, nyokap dan bokap pergi ke rumah sang empunya monyet. Di sana kami mengorek informasi apakah sang monyet mengidap penyakit rabies. Orang tua gue menanyakan hal itu berdasarkan dari statement dokter yang mengurus gue. Kata dokter , kalau monyet yang menggigit gue punya penyakit rabies, maka umur gue akan sama dengan sang monyet. Mengapa begitu? Soalnya virus rabies yang ada di tubuh sang monyet memiliki masa infeksi yang sama dengan tubuh gue. Oh My God!. Alhamdulillah ternyata sang monyet tidak terjangkit rabies dan gue pun masih bisa menjalani kehidupan gue sampai sekarang. Terakhir gue dapet kabar bahwa monyet tersebut telah di tembak mati oleh majikannya. Entah apa alasannya.
Ya, di balik setiap kejadian dalam hidup kita, tentu kita dapat mengambil hikmahnya. Hikmah dari kejadian yang gue pernah alami ini salah satunya adalah gue jadi punya tanda yang bisa membedakan gue dengan orang yang mirip dengan gue. Paling engga nyokap gue ga usah bingung untuk mengenali yang mana gue dan yang mana orang apabila bertemu dengan orang bermuka panjang seperti gue. Hehe
Dan di akhir postingan ini gue mau memberitahukan suatu hal kepada kalian semua. Ternyata si majikan adalah seorang ilmuwan yang sedang mengembangkan formula super human di tubuh monyet tersebut. Namanya Atomic Flereaction Super Human Formula. Seperti yang sudah dialami oleh Peter Parker (spiderman), di dalam DNA gue kini sudah terdapat potongan DNA manusia super. Dan gue adalah ..........MONKEY MAN. HAHAHAHAHAA. (bagian ini mohon jangan ada yang percaya ya.... :D )
Minggu, 15 November 2009
The Bite of Monkey
Diposting oleh fizzy di 01.22 0 komentar
Label: fool of life
Remaja Berjustifikasi
Masa muda emang masa yang pantang buat disiasiakan. Pantang disiasiakan di sini memiliki berbagai arti di pandangan berbagai remaja. Sebagian remaja mengartikan "pantang disiasiakan" dengan memanfaatkan masa muda mereka dengan mengoleksi bekal yang banyak untuk hari depan mereka. Mereka pantang menyia-nyiakan kesempatan masa muda mereka yang hanya datang sekali seumur hidup itu dengan bermalas malasan, berfoya-foya, bersenang-senang dan lain sebagainya. Mereka mengisi masa muda mereka dengan belajar segiat-giatnya, atau beribadah serajin-rajinnya.
Namun sebaliknya sebagian yang lain mengartikan "pantang disiasiakan" dengan mengisi masa remaja mereka dengan berfoya-foya, bersenang-senang, bermaksiat, dan lain sebagainya. Mereka berfilosofi bahwa masa muda memang masa yang sudah seharusnya diisi dengan kesenangan tanpa beban pikiran. Masalah tobat belakangan. Golongan remaja yang ini memang merasa hidup seribu tahun. Dari interpretasi yang kedua inilah banyak remaja yang sukses berjustifikasi.
hebat bukan? 1 frasa memiliki 2 arti yang sangat bertolak belakang.
Tidak sedikit remaja yang memiliki pandangan " lebih baik jadi mantan preman daripada mantan ustaz". Memang tidak ada yang salah dari ideologi ini, benar bahkan. Namun ini lagi-lagi bisa disalahgunakan. Ideologi ini bisa menjadi dasar segala prilaku menyimpang di kalangan anak muda. Dengan ideologi ini remaja bisa memberikan statemen " ah gampang tobat mah, masi muda santai aje, seneng-seneng dulu. Tobatnya entar aje pas uda tua. Mending jadi mantan preman kan daripada mantan ustaz". Gue yakin pake akal sehat aja uda bisa menjawab justifikasi ini. Iya kalo matinya pas jadi mantan reman. Nah kalo masi jadi reman gmane? Pasti orang-orang juga uda pade tau lah kalo kematian bakalan dateng kapan aje. Ga peduli orang masi muda, udah tua, umurnya nanggung, ga peduli. Hal ini kan uda jadi masalah umum.
Ya untuk gue sendiri, ga masalah lah ga rajin-rajin amat belajar. Tapi gue ga mau ngisi masa muda dengan hal yang negatif. Gue posting ini bukan bermaksud untuk menggurui atau apalah. Kalo ada yang tersadar ya Alhamdulillah. Tapi tujuan utama ya tetep buat gue sendiri. Buat ngingetin gue kalo lagi di persimpangan iman.
Diposting oleh fizzy di 00.28 0 komentar
Label: mencoba berfilosofi
Jumat, 13 November 2009
Sebuah Alternatif Tips Untuk Menghilangkan Perkataan Kotor Dari Mulut Kita
Dewasa ini perkataan kotor bukan lagi hal yang tabu untuk dilontarkan orang-orang. Dari anak orang gede sampe bocah kecil sekalipun sudah menjadi suatu kewajaran kalau perkataan kotor mereka lontarkan saat keseharian mereka. Saat kaget, saat ngobrol, saat bercanda, dan saat-saat lainnya. Jujur gue sampai saat ini belum bisa memusnahkan semusnah musnahnya perkataan kotor dari mulut gue. Sampai hari ini gue masih mencoba untuk menghilangkannya perlahan lahan.
Menurut pengamatan gue, ada sekitar 3 faktor yang mempengaruhi dan memotivasi seseorang berkata kotor. Yang pertama adalah faktor ingin terlihat jantan, macho, sangar, keren dan berani. Yang kedua adalah faktor melampiaskan kekesalan (saat mendapat musibah, ujian atau pas dikagetin). Dan faktor yang terakhir adalah faktor kebiasaan. Menurut gue faktor kebiasaan ini adalah faktor akibat dari dua faktor sebelumnya. Jadi awalnya beberapa orang termotivasi dengan dua faktor yang pertama. Namun karena terlalu intens melakukannya, motivasi orang tersebut akan berubah menjadi faktor krbiasaan. Nah kalo lo uda sampe di fase faktor kebiasaan, maka lo bakal dapet masalah buat ngilangin kebiasaan lo.
Nah pada postingan gue kali ini, gue mau share sebuah metode alternatif untuk paling tidak mengurangi perilaku ini. Yaitu mengganti kata kasar yang spontan keluar dari mulut lo dengan benda-benda yang ada di sekitar kita atau istilah-istilah tapi tidak mnegandung konotasi negatif pada maknanya. Misalnya kalo lo kaget lo bakal tereak " T*I " maka lo coba merubah kata sumpah serapah itu menjadi " Sajadah ". Ato pas lo lagi kesel dengan seeseorang " dompet lo"!.
Lo bisa melontarkan kata yang kata yang sesuai dengan hobi lo. Atau yang sesuai dengan karakteristik yang lo inginkan . Misalnya lo ingin terlihat seperti ahli sains maka lo bisa melontarkan kata seperti " mimentum", atau "fluks magnetik". Kalo lo pengen terlihat sebagai ahli ekonomi lo bisa bilang " inflasi" atau "devisa". Atau lo juga bisa ganti dengan kata buatan lo sendiri.
Tapi yang paling bener si emang mengganti kata kotor dengan asma-asma Allah. Ya seengga engganya kita bisa mengurangi kata-kata kotor dalam kehidupan kita sehari-hari. Memang awalnya akan terasa susah. Tapi selanjutnya lo bakal mendapat hasilnya. Metode ini pernah gue terapkan saat smp. Dengan melontarkan kata sesuai kondisi. Saat kaget gue lontarkan Astaghfirullah. Saat kesel gue lontarkan kata benda yang bersahabat seperti rautan, badut, ventilasi. Tapi memang terkadang gue suka lupa ngeganti kata kotornya dan keceplosan. Namun gue berusaha untuk memperbaikinya. Mudah mudahan ini bisa bermanfaat. Dan postingan ini juga sebagai ajang pengingat diri gue sendiri.
Diposting oleh fizzy di 17.08 0 komentar
Label: mencoba berfilosofi